Selasa, 08 September 2009

Merencanakan Keturunan Cerdas, Kreatif, dan Berakhlak Mulia (Part 2)

@ SEMINAR OPTIMALISASI FUNGSI OTAK KIRI DAN OTAK KANAN ANAK UNTUK MEMPERSIAPKAN ANAK YANG CERDAS DAN KREATIF
Bersama : Prof.Dr.A.Purba,dr.,MSc.,A
IFO
Majalengka, 13 Juni 2009


Untuk tumbuh kembang anak yang optimal, ada 3 macam kebutuhan dasar anak, yaitu :

1. Kebutuhan fisis biomedis atau kebutuhan asuh.

Kebutuhan pertama yang diperlukan oleh anak adalah kebutuhan asuh. Kebutuhan ini meliputi
a. pemberian pangan yang optimal dengan memberikan gizi / nutrisi yang tepat pada anak.
b. perawatan kesehatan dasar
c. kesegaran jasmani ; Bisa dilakukan dengan mengajak anak berolah raga. Melalui olah raga, dapat meningkatkan kecerdasan anak.
d. Rekreasi. Ajaklah anak rekreasi bersama, ketika bepergian biarkan anak banyak bertanya, karena dengan banyak bertanya akan merangsang fungsi otak kiri dan otak kanan anak. Dan anak pun akan menemukan pengalaman luar bisaa melalui perjalanan (rekreasi) yang ia ikuti.
e. Sandang. Berikan anak kebutuhan sandang yang sesuai.
f. Papan. Berikan tempat tinggal yang layak untuk anak.

2. Kebutuhan emosi kasih sayang atau kebutuhan asih.

Pemberian kebutuhan yang satu ini adalah melalui hubungan yang selaras antara ibu/ayah dan anak. Berikan penghargaan atas prestasi anak. Jangan biarkan anak mengalami stress, karena hal ini akan menghambat memori anak dan akan menurunkan kecerdasan anak.

Ada beberapa keadaan yang dapat menurunkan kecerdasan anak :
a. ketika anak dimarahi, kecerdasannya akan turun 0,5%. Bayangkan jika setiap hari anak dimarahi, berarti dalam seminggu kecerdasan anak sudah menurun sebanyak 3,5%. Apalagi kalau sehari dimarahinya lebih dari satu kali???? Astaghfirullah…
b. Ketika orang tua bertengkar di depan anak, kecerdasan anak akan turun di kisaran angka 4-5%. Hmmm….cukup tinggi! Anak akan merekam dengan baik peristiwa yang dilihatnya, dan ternyata bisa memicu stress…makanya pengaruhnya sangat tinggi!
c. Ketika kedua orang tuanya bercerai… prosentase penurunan kecerdasannya paling tinggi…mencapai angka 6% !

Nara sumber manyampaikan juga tentang tipe –tipe orang tua dalam mendidik anak. Termasuk tipe didikan yang manakah kita? Atau akan memilih tipe yang mana saat kita menjadi orang tua nanti??? Mari kita lihat dan cermati :

Tipe pertama adalah orang tua yang tinggi kasih, tetapi rendah disiplin! Pada tipe ini, orang tua cenderung membiarkan anak berbuat semaunya (karena rendahnya disiplin) serta menuruti semua keinginan anak saking sayangnya. Maka yang akan dihasilkan dari pola pendidikan seperti ini adalah anak yang MANJA bahkan (maaf..) KURANG AJAR.

Tipe yang kedua adalah orang tua yang rendah kasih, tetapi tinggi disiplin! Pada tipe ini, orang tua cenderung membuat banyak aturan terhadap anak, bahkan terkesan sangat otoriter. Seringnya anak dipaksa melakukan sesuatu sebagaimana kehendak orang tuanya. Rendah kasih di sini berarti orang tua tidak terlalu menunjukkan betapa sayangnya mereka terhadap buah hatinya. Karena disiplin yang tinggi mengalahkan ekspresi kasih sayang mereka terhadap anak. Sehingga dari tipe orang tua seperti ini biasanya menghasilkan anak yang PEMBERONTAK.

Tipe yang ketiga adalah orang tua yang rendah kasih, rendah disiplin! Hmm..sudah sangat terbaca dari tipe ini, orang tua akan membiarkan anak berlaku semaunya tanpa ada disiplin bahkan minus kasih sayang…betapa menderitanya jika seorang anak mengalami hal seperti ini…tak heran jika yang akan dihasilkan adalah anak yang GAMPANGAN. Gampang terpengaruh sekitarnya, gampang terjerumus kepada hal-hal yang negative…dari tipe inilah bisaanya para pecandu narkoba terlahir. (Semoga sekarang tak ada lagi tipe pendidikan pada anak seperti ini.. bisa gawat generasi bangsa kita ke depan…)

Tipe yang keempat adalah orang tua yang tinggi kasih dan tinggi disiplin! Tipe ini dinilai paling ideal diantara empat tipe yang disampaikan. Selain pemberian kasih sayang yang tinggi untuk anak, disiplin pun tak lupa ditanamkan pada jiwa anak-anaknya, sehingga terlahirlah dari tipe ini anak yang UNGGUL yang menjadi harapan baru negri tercinta…! ^_^

Tambahan :

* Sikap orang tua yang selalu mengkritik, menyalahkan anak, menuntut berlebihan, dan kurang menghargai prestasi anak, akan menjadikan anak Apatis, Rendah diri, selalu ragu saat mengambil keputusan, dan sulit bersosialisasi…*

* Ketika anak selalu dilarang atau dijaga dengan sangat berlebihan, maka anak akan menjadi Kurang PD, mudah ketakutan, Ragu untuk mencoba hal-hal yang baru, dan kurang berkembang…*

3. Kebutuhan stimulasi mental atau kebutuhan asah.

Kebutuhan yang ketiga ini meliputi proses pembelajaran pada anak baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Melalui proses ini akan membantu peningkatan fungsi otak kiri dan otak kanan pada anak.

Peningkatan fungsi otak kiri dapat dilakukan melalui :
Pendiidkan formal, yaitu pendidikan di sekolah. Serta pendidikan non formal, yaitu melalui kegiatan bersama keluarga, rekreasi misalnya. atau kegiatan-kegiatan lain di luar sekolah.

Peningkatan Fungsi otak kanan dapat dilakukan melalui :
1. Tidak mengurangi jam bermain anak. Karena melalui bermain kreativitas anak bisa meningkat. Seperti : main kelereng, main petak umpet, lompat tali, dll.
2. Memberikan mainan yang tidak lengkap, seperti puzzle.
3. Memberikan dongeng, kisah para nabi, orang-orang sukses,
4. Mengikuti kegiatan lomba pidato, puisi, mengarang, dll
5. Untuk yang sudah agak besar (anak kelas 5 SD misalnya), berikan kesempatan untuk berlatih mendongeng pada adik-adiknya.
6. Dilatih untuk menceritakan / mendeskripsikan sesuatu. Bisa barang mainannya, atau gambar.
7. Ajak anak untuk berlatih mengikuti organisasi, seperti pramuka, osis, dll


Semoga bermanfaat...

Merencanakan Keturunan yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia (Part 1)

Bismillah... sedikit ingin berbagi dengan sahabat, tentang apa yang hari ini kudapat...semoga membawa manfaat...^_^

@ SEMINAR OPTIMALISASI FUNGSI OTAK KIRI DAN OTAK KANAN ANAK UNTUK MEMPERSIAPKAN ANAK YANG CERDAS DAN KREATIF
Bersama : Prof.Dr.A.Purba,dr.,MSc.,A
IFO
Majalengka, 13 Juni 2009

Pada awal presentasi materi, nara sumber menyampaikan tentang pengangguran yang ada di negara tercinta Indonesia..ternyata hampir 780.000 orang pengangguran di Indonesia merupakan "pengangguran terdidik" artinya, para pengangguran itu banyak yang memiliki IPK sangat memuaskan bahkan cum laude, tapi ternyata sekian lamanya mereka menjadi pengangguran! Selidik punya selidik..ternyata para pengangguran terdidik itu baru bisa mengoptimalkan penggunaan otak kirinya saja, otak kanannya terabaikan bahkan tak berfungsi! sehingga tidak muncul hal-hal kreatif yang bisa memotivasi mereka untuk MAJU! Nah..agar di masa depan kita tidak menambah daftar pengangguran terdidik, maka kita harus menyiapkan strategi guna melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kreatif dan berakhlak mulia.

Optimalisasi otak kiri dan otak kanan pada anak sangat berpengaruh pada tingkat kecerdasan anak. sehingga para orang tua dan pendidik harus tahu bagaimana caranya mencetak generasi yang cerdas.

Ada 3 hal yang mempengaruhi kecerdasan, kreativitas untuk tumbuh kembang anak :

1. FAKTOR GENETIKA, kecerdasan anak dipengaruhi faktor yang satu ini sebanyak 40-50%. ternyata harus mencari bibit yang cerdas untuk melahirkan anak yang cerdas. tingkat prosentasenya cukup tinggi! (Yang belom memperhatikan hal ini dalam mencari pasangan hidup..harap dikaji ulang..karena jika ingin melahirkan generasi yang cerdas ternyata faktor genetik cukup besar pengaruhnya! Kata nara sumber orang pintar itu diturunkan! ~ hmmm...~)

2. FAKTOR GIZI (20-40%), betapa pentingnya asopan gizi yang seimbang untuk melahirkan generasi yang cerdas dan kreatif. Golden age seorang anak adalah ketika 6 minggu dalam kandungan ibunya sampai usia Balita. Subhanallah...dalam proses itulah seorang calon ibu sangat berperan untuk mengarahkan masa depan anaknya menjadi seperti apa. akankan menjadi cerdas? ataukah menjadi ???? pada masa inilah pertumbuhan otak anak berlangsung. anak membutuhkan gizi dan nutrisi yang cukup sejak dalam kandungan. karenanya kondisi psikologis dan fisik sang ibu pun harus senantiasa dijaga, jangan sampai mengalami streessss... buat para suami, klu bisa ketika istrinya hamil tambahlah prosentase kasih sayang untuk istrinya. Misalnya yang biasanya 80% maka naikkan jadi 200%..hehe..pokoknya jangan sampe ibu hamil itu streess..karena sangat mempengaruhi tumbuh kembang otak anak...

3. FAKTOR LINGKUNGAN (10-20%), Faktor yang satu ini berpengaruh pada Saat kehamilan dan setelah lahir. Faktor lingkungan saat kehamilan meliputi gizi yang diberikan pada ibu hamil itu sendiri,infeksi, stres dan hormon. Ada baiknya ketika hamil diberikan nutrisi tambahan juga. soalnya AA dan DHA yang diperlukan dalam perkembangan otak bayi tidak bisa diproduksi oleh tubuh. Jadi mesti dari luar tubuh..anjuran narasumber agar ibu hamil mengkonsumsi natur epa untuk masukan AA dan DHA nya.
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kecerdasan, kreativitas untuk tumbuh kembang anak setelah anak lahir meliputi : gizi anak, infeksi kronis ( harus hati-hati jika anak terluka atau terjatuh, segera konsultasikan ke dokter..khawatir akan terjadi infeksi dan semacamnya), lingkungan fisik, faktor psikososial, dan hormon.

Tiga faktor itulah yang sekiranya sangat mempengaruhi kecerdasan seorang anak. Ternyata faktor genetika menyimpan prosentase tertinggi dari ketiga faktor itu. Betapa penting bibit yang hebat untuk kecerdasan seorang anak. hmm..lebih penting lagi kalau anak sudah didengarkan dengan ayat2 Al-Quran sejak dalam kandungan ibunya. kecerdasannya lebih terjamin! ^_^

***To be continued yah...***

Jumat, 04 September 2009

BURUNG YANG TAK MAU TERBANG


Dikisahkan ada seekor burung Elang hidup di puncak salah satu gunung. Dia membuat sarang pada salah satu puncak pepohonan. Didalam sarang burung itu ada empat telur. Kemudian, terjadi gempa bumi yang dahsyat, sehingga sebutir telur jatuh dari sarangnya dan menggelinding sampai di tempat tinggal para ayam.

Para ayam itu merasa bahwa mereka harus menjaga telur tersebut dan berhati-hati dalam memelihara telur tersebut. Ada seekor ayam yang sudah tua bersedia mengerami telur burung tersebut sampai menetas.

Pada suatu hari, telur itu pecah dan seekor bayi burung keluar darinya. Karena tinggal bersama para ayam, burung tersebut dididik layaknya seekor ayam. Namun, lama kelamaan dia menyadari bahwa dirinya berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain – ayam.

Pada suatu hari, tatkala dia bermain-main di halaman, dia menyaksikan sekelompok burung Elang terbang tinggi di langit dengan gembira. Burung kecil ini pun berangan-angan untuk terbang tinggi seperti mereka. Tatkala menyuarakan isi hatinya, sekelompok ayam yang mendengarnya menyambutnya dengan gemuruh tawa, dan mereka berkata, “Kau itu hanyalah seekor ayam, dank au tidak akan mampu terbang tinggi seperti burung-burung itu.”

Selang beberapa waktu, burung itu menghentikan impiannya untuk bisa terbang tinggi. Hingga akhirnya dia pun mati, sebagai seekor ayam dan meninggalkan mimpinya untuk terbang tinggi.

HIKMAH:

Cara Anda menilai dan memandang diri dan mimpi Anda, akan menentukan keberhasilan dan kegagalan Anda.

Apabila Anda seekor burung dan bermimpi untuk bisa terbang tinggi di langit kesuksesan, maka ikatlah impian Anda, dan jangan dengarkan omongan ayam yang menghina ambisi Anda, siapa pun mereka.

Anda akan menjadi burung jika Anda mau berusaha dan hanya menjadi ayam jika Anda hanya diam.

Keberhasilan Anda akan berbanding lurus dengan keyakinan Anda, dan biarkanlah orang berbicara tentang Anda, namun Anda harus tetap menjadi diri Anda sendiri dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. (ibnusahlan)

Kesuksesan akan datang kepada Anda, jika Anda yakin akan meraih kesuksesan denga potensi yang Anda miliki (ibnusahlan)

Raihlah kesuksesan Anda dengan mengikuti kata hati, bukan pada apa yang dikehendaki orang lain (ibnusahlan)

(from : AQWAALUN WA QASHASHUN MULHIMAH; Dr. Muh. Fathi)

Kamis, 03 September 2009

Haneya : Kami Tidak Akan Mengemis Minta Dukungan Siapapun

Gaza-Infopalestina : Perdana Menteri Palestina, Ismael Haneya menegaskan, pemerintahnya tidak akan mengemis-ngemis pada orang lain untuk mendukungnya. Negara Arab dan Islam secara moral bertanggung jawab atas nasib rakyat Palestina.

Pernyataan ini diungkapkan Haneya selepas pertemuan cabinet pemerintahnya Selasa (25/8). Ia mengatakan, pihaknya telah mempelajari sejumlah masalah, termasuk di dalamnya, eskalasi serangan Zionis ke Rafah yang menewaskan sejumlah warga syahid dan lainya luka.

Dalam kesempatan itu, Haneya mengecam kejahatan terbaru Zionis dan meminta semua pihak bertanggung jawab menghentikan aksi biadab tersebut. Ia juga mengingatkan faksi-faksi perlawanan masih tetap komitmen dalam gencatan senjata. Eskalasi terakhir Israel menuntut reaksi perlawanan untuk menghadapi semua kejahatan Zionis ini.

Sementara itu, ajakan Mahmud Abbas untuk menggelar sidang nasional, sebagai upaya untuk menggagalkan dialog. Sekenarionya adalah untuk meningkatkan perpecahan di dalam tubuh Palestina. Haneya mengajak Abbas untuk menganulir undangan ini dan membiarkan masalah PLO di meja perundingan.

Setrategi Ke Depan

Terkait dengan agresi Zionis di Al-Quds, perdana menteri Palestina ini mengungkapkan, masalah ini berupa penggalian terowongan, yahudisasi dan perluasan permukiman merupakan setrategi lama Zionis. Berulang kali mereka membidik Al-Quds yang menuntut bangsa Arab dan Islam bangkit dan melawan setiap penodaan Zionis. Ia juga meminta bangsa Arab memberikan bantuannya secara politik ataupun materi guna membantu rakyat Al-Quds yang sedang berjuang mempertahankan Al-Quds.

Langkah Biadab

Adapun terkait laporan dari harian Swedia kemarin yang mengungkap tindakan pemerintah Zionis yang memperjual belikan organ tubuh para syuhada Palestina, Haneya menegaskan, pihaknya sangat menghargai sikap Swedia tersebut. Iapun meminta masyarakat internasional untuk melakukan tanggung jawabnya, membongkar kejahatan Israel pada dunia.

Masyarkat internasional harusnya menyeret para pemimpin Zionis ke mahkamah kejahatan perang, terutama setelah agresi mereka ke Gaza Januari kemarin. Karena hingga kini mereka masih melakukan kejahatanya. Haneya meminta semua keluarga syuhada yang belum menerima jenazah anggota keluarganya dari pemerintah Israel segera melapor ke departemen kehakiman sambil membawa bukti-bukti yang untuk diambil tindakan semestinya bagi jenazah para syuhada tersebut.

Ungkapan Selamat dan Pujian

Dalam pada itu, Haneya mengungkapkan pujianya kepada dinas keamanan Gaza yang telah mampu mengendalikan keamanan dan ketentraman kembali, paska peristiwa Rafah yang telah merenggut nyawa aparat keamananya, akibat deklarasi Ansharu Jundullah yang mengakibatkan kekacauan dan instabilisasi keamanan di Gaza. (asy)
Ismael Haneya (PM Palestina)

Kamis, 27 Agustus 2009

Fiqih Jihad Karya Yusuf Al-Qaradhawi (Sebuah Resensi Buku)

dakwatuna.com – Buku yang diberi judul “Fiqih of Jihad” ini ditulis oleh seorang mujahid dan ulama Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi, berjumlah lebih dari 1400 halaman dan diterbitkan oleh Wahba Bookshop, Cairo. Banyak para pembaca yang gelisah menunggu penerbitan buku ini dalam jangka waktu yang sangat lama. Namun demikian, Syeikh mempertimbangkan dan menundanya sampai buku ini sepenuhnya selesai ditulis, lalu, setelah merasa puas dengan isinya, beliau merilisnya sebagai sebuah cahaya petunjuk yang mengusir awan kegelapan menaungi ummat yang kebingungan ini.

Mengapa Yusuf Al-Qardhawi? Dan Mengapa Jihad?

Belakangan ini, banyak ulama yang diminta untuk meluaskan ruang lingkup ijtihad mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jihad, sejak beberapa topik yang meliputi amal-amal ibadah atau transaksi, khususnya transaksi finansial, telah menerima hasil kontribusi dari ijtihad individu dan kolektif. Sedangkan, jihad belum pernah mendapatkan sebuah kontribusi (usaha) serupa walaupun betapa urgennya hal ini dan betapa butuhnya masyarakat terhadap hal ini di seluruh lapisan usia, khususnya di zaman sekarang di mana banyak negara mengajak negara lainnya untuk berkolaborasi melawan ummat layaknya orang banyak yang duduk mengelilingi piring makanan dan mengajak orang lain untuk memakannya.

Di sisi lain, orang lain merasa takut membuka pintu untuk penelitian dan penulisan pada topik jihad di zaman sekarang agar jangan sampai ijtihad muncul menjadi pembenaran dan lemah, seperti status ummat ini. Mereka takut bahwa ijtihad mungkin bisa berkembang menjadi pengkhidmatan dan pembenaran terhadap kenyataan pahit kita, menganjurkan kaum muslimin untuk mendukung perdamaian di zaman yang hanya mengenal bahasa agresi.

Mereka juga takut bahwa ijtihad mungkin menjadi sesuatu yang keras sebagai sebuah reaksi atas tumpahan darah di tangan musuh-musuh kita, pelanggaran atas kewajiban-kewajiban suci, dan penyerobotan atas lokasi-lokasi suci kita. Oleh karena itu, ia akan menjadi ijtihad yang bersifat balas dendam yang tidak menghormati hubungan kekerabatan atau ikatan perjanjian dan tidak menghormati kewajiban-kewajiban atau kesucian, yang memiliki motto perkataan Ibnu Zuhayr, “Barangsiapa yang tidak membahayakan orang akan dirugikan”.

Namun, Allah SWT membuka hati Syeikh yang berpendidikan tinggi dan memudahkan sarana untuknya untuk melakukan beban yang besar ini dan menyelesaikan dengan baik tugas ini sehingga hal tersebut tidak menjadi ijtihad yang bersifat pembenaran atau pun pembalasan. Dengan demikian, buku tersebut datang bersinar ketika syeikh melewati usia 80 tahunnya (lahir tahun 1926). Dalam usianya yang terbaik, orang ini tidak takut dan tidak pula tergoda oleh pedang maupun kekayaan dari penguasa, walaupun demikian faktanya kenyamanan hidup ada dalam genggamannya.

Dia bahkan harus dilengkapi dengan beberapa kenyamanan tersebut sehingga dia bisa menggunakannya untuk memenuhi proyek-proyek yang dia kerjakan dan cita-citakan. Dengan semua alasan ekstra, dia tidak memberikan perhatian kepada berbagai sikap menyalahkan sepanjang jalannya mengenai Tuhan setelah hidup yang panjang dalam ketekunan dan jihad. Walaupun dia menerima banyak gangguan dan marabahaya dari dalam maupun luar negerinya, dia tetap gigih dan tekun, mencari balasan dari Allah SWT, sampai dia memperoleh peringkat tinggi yang merubah hati dan pikiran orang-orang terhadapnya.

Selain itu, tidak ada seorang pun yang dapat meragukan usaha dan jihad yang diusung oleh Syeikh untuk mempertahankan kepentingan agama, dalam ketajamannya pada fundamental (pokok-pokok) agama, dan pertahanannya pada batas-batas agama sepanjang hidupnya. Beliau tidak pernah dipusingkan dalam mencari berbagai kenikmatan dunia, tidak pernah membujuk siapa pun dalam hal keselamatannya di akhirat, dan tidak pernah memberikan perhatian kepada berbagai sikap menyalahkan yang dia terima sepanjang jalannya menuju Tuhan.

Selain itu, tidak ada yang dapat menuduh dia fanatik atau ekstrim karena dia adalah pemimpin dan ahli teori dalam ke-moderat-an di era modern serta muballigh dan penganjur jalan tengah di dalam pikiran dan fiqih nya.
Dan lagi, kita menemukan bakat beliau dalam bidang hukum, pengetahuannya tentang realitas, keterikatannya yang kuat kepada hukum peninggalan zaman dulu, dan kompetensinya untuk berurusan secara benar dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi, dalam cahaya tersebut, kita berharap banyak bahwa banyak orang akan setuju dengan ijtihad dan pemikiran beliau.

Antara Fiqih Zakat dan Fiqih Jihad

Syeikh yang terpelajar menulis bukunya yang berjudul Fiqih Zakat (Fiqh of Zakah), di mana dia memperoleh gelar PhD., pada tahun 1973. Tiga puluh enam tahun kemudian, beliau mempublikasikan bukunya yang berjudul Fiqih Jihad (Fiqh of Jihad), dan dalam mukadimah buku tersebut beliau menyatakan:

Saya merasa berkewajiban untuk melakukan penulisan tentang topik ini setelah Allah membuka dadaku untuk itu. Beberapa kali, sejak saya menyelesaikan buku Fiqh Zakat, terlintas dalam pikiran saya ide untuk menulis sebuah buku serupa mengenai Fiqih Jihad. Dan, beberapa kali punya kawan-kawan terhormat yang meminta saya untuk menulis tentang hal ini di mana masyarakat luas terpecah-belah. Namun, saya meminta maaf kepada mereka, memberikan alasan bahwa saya tidak memiliki semangat untuk melakukan tugas seperti itu.

Meskipun demikian, saya menulis beberapa potongan tentang hal ini di masa lalu, menunggu saat yang tepat untuk menulisnya dengan cara yang reguler, cara yang tidak terputus-putus. Hal ini karena tema jihad adalah salah satu dari berbagai topik mendasar yang harus diarahkan melalui penulisan yang sistematis dalam rangka untuk (memenuhi) kebutuhan kaum muslimin, secara khusus, dan dunia, secara umum, agar memiliki pengetahuan yang benar tentang jihad, jauh dari melewati batas ekstrim dan – sebaliknya – kelalaian.

Meskipun pada dasarnya Fiqih Zakat mengarahkan zakat sebagai salah satu kewajiban yang dikenakan oleh Islam kepada kaum muslimin dan salah satu pilar dasar Islam (rukun Islam), hal ini juga dianggap sebagai jenis jihad; ini adalah jihad dengan harta. Jenis jihad ini, sangat dihormati dan sangat diperlukan, baik pada saat ini maupun saat yang lain.

Pentingnya Jihad dalam Fiqh yang Ditulis Yusuf Al-Qardhawi

Dari baris paling pertama pada mukadimah, Syeikh Yusuf Al-Qardhawi mengilustrasikan pentingnya kewajiban yang telah lepas ini dan bahaya yang dihasilkan untuk ummat saat ini dan yang akan datang. Beliau mengatakan:

Tanpa jihad, garis batas ummat akan dilanggar, darah orang-orang yang ada di dalamnya akan semurah debu, tempat-tempat sucinya akan tidak lebih baik dari pasir di gurun, dan ummat tidak akan bernilai signifikan di mata musuh-musuhnya. Sebagai akibatnya, si pengecut akan mengambil hati untuk menyerang ummat, budak akan tampak di atas dengan arogan, musuh-musuh akan menguasai lahannya, mendominasinya, dan mengontrol orang-orangnya. Ini karena Allah SWT telah menjauhkan rasa takut dari hati para musuh dalam menghadapi ummat.

Jauh di masa lalu, ummat ini akan diberikan kemenangan atas musuhnya dengan jaminan rasa kagum yang ditanamkan Allah SWT ke dalam hati musuh untuk jarak satu bulan perjalanan. Lebih serius dari hal itu – atau katakanlah, salah satu alasan dibalik itu – adalah kenyataan bahwa ummat telah mengabaikan jihad, atau mungkin bahkan menghapuskannya dari agenda. Ummat telah menghapusnya dalam berbagai aspek-aspeknya: fisik, spiritual, intelektual, dan kultural.

Ke-moderat-an Syeikh Al-Qardhawi dan Fiqh Jihad

Syeikh Al-Qardhawi berbicara tentang sikap orang-orang tentang jihad, membaginya ke dalam tiga kategori. Mengenai kategori pertama, beliau mengatakan,

Ini adalah sebuah kategori yang berusaha untuk memberikan selubung kelalaian terhadap jihad dan menjauhkan jihad dari kehidupan ummat. Mereka, malahan, menganggapnya sebagai kepedulian dan peran utama mereka meningkatkan nilai-nilai spiritual dan amal-amal kebajikan ummat – sebagaimana klaim mereka –, dan mempertimbangkan hal ini sebagai jihad yang utama: perjuangan terus-menerus melawan setan dan hawa nafsu seseorang.

Mengenai kategori kedua, beliau mengatakan,

Sebagai lawan dari kategori di atas, di sana ada yang lain lagi yang mempersepsikan jihad sebagai sebuah “perjuangan melawan seluruh dunia”. Mereka tidak membedakan antara yang memerangi kaum muslimin, berdiri di jalan dakwah, atau yang mencoba menjauhkan mereka dari agamanya, dan mereka yang melebarkan jembatan perdamaian kepada kaum muslimin dan menawarkan rekonsiliasi serta pemulihan hubungan dengan mereka, tidak menggunakan pedang kepada mereka dan tidak mendukung musuh dalam melawan mereka.

Menurut kategori ini, semua orang kafir adalah sama. Orang-orang yang tergolong kategori ini percaya bahwa ketika kaum muslimin memiliki kemampuan, mereka berkewajiban untuk memerangi orang-orang kafir hanya dengan pertimbangan kekafiran mereka, yang mereka anggap sebagai alasan yang memadai untuk memerangi orang-orang kafir tersebut.

Beliau lalu memilih pendekatan moderat yang direpresentasikan oleh kategori ketiga, beliau mengatakan,

Kategori ketiga adalah “ummat yang moderat” (ummat pertengahan) di mana Allah SWT telah memberi petunjuk kepada pendekatan moderat dan diberikan pengetahuan, kebijaksanaan, dan pemahaman yang dalam mengenai syariah dan realitas. Oleh karenanya, kategori ini tidak tergelincir kepada kelalaian dari kategori pertama yang berusaha untuk membiarkan hak ummat tanpa dipersenjatai dengan kekuatan, Al-Qur’an-nya tidak dijaga dengan pedang, serta rumah dan tempat-tempat sucinya tanpa penjaga untuk melindungi dan mempertahankan mereka.

Demikian juga, kategori ini tidak jatuh pada tindakan berlebihan dan ekstrimisme dari kategori kedua yang berusaha untuk memerangi orang-orang yang damai, dan mendeklarasikan perang melawan semua orang tanpa membeda-bedakan; putih atau hitam, di Timur atau di Barat. Tujuan mereka melakukan hal itu adalah untuk mengarahkan orang-orang ke (jalan) Allah SWT, mengantarkan mereka yang terbelenggu ke Surga dan membawa mereka secara paksa dengan tangan ke jalan yang lurus.

Mereka (kategori kedua itu) lebih lanjut menambahkan bahwa tujuan mereka adalah untuk menghilangkan hambatan-hambatan di depan orang-orang itu yang dibentuk oleh rezim yang zhalim yang tidak memungkinkan mereka untuk menyampaikan firman Allah dan seruan Rasul-Nya kepada masyarakat, sehingga mereka dapat mendengar dengan keras dan jelas dan bebas dari segala noda.

Kepada Siapa Buku Ini Ditujukan?

Iman Al-Qardhawi me-list beberapa kategori orang-orang yang membutuhkan buku ini dalam rangka untuk memperoleh sebuah pemahaman yang akurat terhadap tema jihad dengan jalan yang bebas dari kelalaian dan berlebihan. Seakan-akan kategori-kategori ini memadukan berbagai kategori dari seluruh masyarakat, muslim dan non-muslim, pemerintah dan yang diperintah, orang-orang sipil dan militer, dan para pemikir serta intelektual. Beliau memaparkan 10 kategori yang saya pikir mencakup kategori dari seluruh lapisan masyarakat.

1. Ulama Syariah. Kategori pertama yang membutuhkan studi semacam ini adalah para ulama bidang Syariah dan para imam fiqih, sebagaimana kebanyakan dari mereka menyuguhkan konsep-konsep yang sudah baku dan warisan budaya tentang jihad. Mereka, sebagai contoh, mempertahankan bahwa jihad adalah kewajiban kolektif dari ummat dan bahwa kewajiban ini mengharuskan kita untuk menyerbu negara-negara non-muslim sedikitnya setahun sekali, bahkan jika mereka tidak menunjukkan sikap permusuhan terhadap kita, hingga kini, daripada, mereka membentangkan tangan perdamaian dan rekonsiliasi. Meskipun pendapat ini menentang banyak ayat-ayat Al-Qur’an, efek dari ayat-ayat demikian – sebagaimana yang telah kami indikasikan di atas – ditiadakan dalam pandangan mereka atas dasar bahwa ayat-ayat tersebut telah dimansukh!

2. Mahasiswa-mahasiswa bidang ilmu hukum: Demikian juga, studi ini dibutuhkan oleh para ahli undang-undang dan para spesialis dalam hukum internasional, banyak dari mereka telah membentuk pandangan mereka sendiri tentang Islam dan Syariah, khususnya tentang jihad, perang, dan perdamaian. Mereka telah memperoleh pandangan-pandangan tersebut dari kutipan terkenal tertentu dari beberapa buku maupun dari informasi yang disebarkan oleh beberapa penulis dan yang disampaikan dari mulut ke mulut. Orang-orang tersebut sampai batas tertentu tidak bisa disalahkan, karena para ulama Syariah sendiri bingung dalam hal ini. Maka apa yang akan terjadi dengan orang biasa?

3. Para Islamis: Lebih dari yang lain, studi tentang hal ini dibutuhkan oleh para Islamis. Oleh para “Islamis” di sini maksudnya adalah beberapa kelompok Islam yang bekerja dalam mendukung hal-hal Islami, dan yang disebut oleh beberapa pihak sebagai “kelompok politik Islam”. Kelompok-kelompok itu biasanya termasuk pemuda kebangkitan Islam di bawah bendera mereka masing-masing di berbagai negara, baik di dalam maupun di luar dunia Islam. Oleh karena itu, kelompok seperti ini, dengan perbedaan kecenderungan dan sikap mereka, apakah moderat atau ekstremis, benar-benar membutuhkan studi tentang hal ini, khususnya mereka yang dikenal dengan “kelompok kekerasan”.

4. Para sejarawan: Para sejarawan juga membutuhkan studi ini, khususnya mereka yang tertarik dengan biografi Nabi dan sejarah Islam, dan mereka yang mengintepretasikan berbagai peperangan yang dilakukan oleh Nabi SAW dengan cara yang tidak benar dan tidak adil, dengan memandang bahwa Rasulullah-lah yang memulai serangan dan perlawanan kepada para musyrikin. Mereka memberi contoh seperti perang Badar, penaklukan Mekah, dan perang Hunain. Mereka juga menyebutkan bahwa Nabi SAW memulai invasi melawan Yahudi di tempat dan di benteng mereka, menyebutkan perang Bani Qainuqa dan Bani An-Nadir, dan juga perang Tabuk di mana beliau memulai perang melawan Romawi.

5. Para intelektual: Studi ini juga diperlukan untuk orang-orang yang memiliki pemikiran, penelitian, dan perenungan, khususnya mereka yang tertarik dengan pemikiran Islami dan gerakan-gerakan Islam, baik moderat maupun ekstremis, yang timbul darinya, dan juga aksi-aksi kekerasan – atau terorisme sebagaimana yang telah dijelaskan – di mana sebagian dari kelompok-kelompok ini terlibat di dalamnya. Hal ini, sebagai hasilnya, menggiring beberapa orang untuk melontarkan tuduhan kekerasan dan terorisme kepada Islam, sebagaimana semua aksi kekerasan dan semua bentuk terorisme adalah Islam. Tentu saja, hal ini salah dan tidak benar.

6. Para orientalis: Non-muslim, seperti misalnya para orientalis dan mereka yang tertarik dengan studi Islam, juga membutuhkan studi semacam ini. Hal ini berlaku untuk mereka yang tertarik karena ingin mencari pengetahuan dan menemukan kebenaran, atau mereka yang tertarik dengan motivasi politik di mana dilakukan untuk melayani permintaan dari negara-negara tertentu, atau Barat secara umum. Hal ini juga berlaku untuk mereka yang memiliki motivasi keagamaan dalam rangka melayani gereja dan gagasan “Kristenisasi”.

7. Orang-orang yang terlibat dalam dialog: Studi ini sangat penting untuk mereka yang tertarik dalam dialog antar kepercayaan (antar agama), atau dialog antar budaya dan antar peradaban. Dari sudut pandang saya, studi ini merupakan sebuah batu bata yang signifikan dari dialog semacam itu, yang mana kuat di suatu waktu dan lemah di waktu yang lain; maju dan terbentur dari waktu ke waktu. Alasan untuk hal ini terletak pada pikiran yang picik dari beberapa pihak kepada pihak yang lain, kefanatikan yang mendominasi pikiran, dan pilihan cenderung kepada pemikiran turunan (warisan) daripada pemikiran yang tanpa paksaan. Tidak diragukan lagi, orang-orang tidak bisa berdialog jika mereka tidak memiliki pengetahuan tentang satu sama lain.

8. Para politisi: Selain itu, para politisi dan para pengambil-keputusan di seluruh dunia juga membutuhkan studi ini. Mereka membuat keputusan yang amat penting yang berdampak krusial pada nasib bangsa, kehidupan manusia, potensi bangsa, dan kesucian agama. Serangan mereka terhadap agama didasari pada konsep mental mereka terhadap agama tersebut. Mereka, pada kenyataannya, tidak mengetahui tentang hal ini, belum pernah membaca kitab-kitabnya atau kenal dengan biografi nabi SAW; mereka belum pernah mempelajari sejarah agama ini atau bahkan memperoleh informasi yang signifikan tentang iman dan syariat agama ini.

9. Militer: Sebagaimana para politisi membutuhkan studi ini untuk membentuk pendapat yang benar tentang jihad, begitu juga militer, baik itu dia muslim atau non-muslim. Mereka yang salah paham tentang realitas jihad di antara para pemimpin militer Barat, seperti misalnya para politisi Amerika, kebanyakan Jenderal di Eropa; juga – sayangnya – di seluruh dunia, harus membaca buku ini. Pada sisi kami, kami harus menerjemahkan buku ini untuk mereka sehingga mereka dapat membaca dan memahaminya dalam bahasa mereka sendiri. Tidak diragukan lagi, kebanyakan mereka, ketika nada logika disajikan secara jelas kepada mereka, tunduk padanya, dan tidak akan berdebat. Bahkan jika mereka perdebatkan di publik, mereka akan dikalahkan secara internal, dan ini adalah keuntungan yang besar.

10. Intelektual publik: Akhirnya, studi ini juga diperlukan oleh pembaca umum dan biasa, para intelektual yang belum diklasifikasikan di atas, muslim dan non-muslim. Orang-orang seperti ini merepresentasikan massa yang besar di berbagai negara. Mereka perlu mengetahui realitas pandangan dunia Islam dan realitas jihad di jalan Allah.

Pendekatan Al-Qardhawi dalam Memperkenalkan Fiqih Jihad

Yusuf Qardhawi

Yusuf Qardhawi

Kedudukan beliau, ulama, Al-Qardhawi, berbicara tentang pendekatannya dalam bukunya yang – sangat diharapkan – nyaman dan bermanfaat, mengatakan bahwa hal itu terletak pada enam pilar: yaitu, Al-Qur’anul karim, Sunnah yang suci, dan kekayaan Fiqih Islam. Selain itu, beliau mengatakan bahwa pendekatannya juga dibangun untuk membuat perbandingan antara undang-undang Ilahiyah dan sistem (hukum) positif, dengan memperhatikan realitas kontemporer di mana manusia hidup. Oleh karena itu, beliau juga mengadopsi pendekatan yang moderat sebagaimana yang selalu dia lakukan di setiap bukunya, penelitiannya, dan fatwanya. Dalam hal ini, Syeikh mengatakan,

Pendekatan yang saya adopsi dalam menulis buku ini tergantung pada sekelompok elemen:

Pertama, terutama bergantung pada teks-teks dari Al-Qur’anul karim, karena ini merupakan sumber yang pertama dan terpenting dalam Islam, di mana ini adalah kepastian dan tidak dapat dibantah. Hal ini telah dibuktikan secara pasti untuk menjadi (sumber yang) otentik/asli melalui sebuah mata rantai yang handal (tidak diragukan) dan tanpa ada gangguan, dihafal dalam hati, dilantunkan dengan ruh, dan ditulis dalam mushaf (salinan Al-Qur’an). Di sana tidak ada pertentangan tentang hal ini di kalangan para ulama.

Dari Al-Qur’an, kita bisa mendapatkan asli atau tidaknya (otentikasi/keaslian) sumber-sumber lain, termasuk sunnah Nabi itu sendiri. Oleh karena itu, keaslian dari Sunnah didirikan berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, kita memahami Al-Qur’an dalam terangnya gaya ekspresi, dengan bahasa literal dan metaforanya, mempertimbangkan urutan dan konteks, menghindari (penafsiran) yang dibuat-buat dan sembarangan, dan menyesuaikan teks-teks, yakin bahwa ayat-ayat dalam kitab yang mulia ini saling menegaskan kebenaran antar satu sama lain, dan saling menjelaskan satu sama lain.

Kedua, gambaran pada narasi-narasi Sunnah yang terjamin yang benar-benar asli disampaikan dari Nabi SAW. Hal ini termasuk apa-apa yang beliau katakan, perbuatannya, dan persetujuannya yang telah disampaikan dalam hadits-hadits dengan mata rantai narasi yang dapat dipercaya (shahih), tanpa ada missing link, keganjilan, dan faktor-faktor yang mengacaukan.

Selain itu, hadits-hadits tersebut tidak boleh kontradiksi dengan yang lebih kuat dan lebih otentik: ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits lain, atau apa-apa yang telah didirikan atas dasar pengetahuan dan alasan. Jadi, mereka harus ilustratif terhadap apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an, dan harus berjalan sesuai dengan Kitab dan neraca (keadilan) yang diturunkan oleh Yang Maha Kuasa.

Ketiga, penggunaan dari perbendaharaan fiqih Islam dan gambaran pada sumber daya nya yang melimpah, dengan tanpa bias dalam mendukung fiqih mazhab tertentu melawan mazhab yang lain, atau secara eksklusif berpegang teguh pada satu imam seraya mengabaikan imam yang lainnya. Sebaliknya, kita harus mempertimbangkan warisan yang besar ini untuk dimiliki oleh semua peneliti, sehingga mereka dapat menyelidiki hingga ke dalamnya, mengerti rahasia-rahasianya, dan memanfaatkan berbagai simpanan yang tersembunyi di dalamnya.

Ketika melakukan hal tersebut, seorang peneliti harus membandingkan berbagai sudut pandang yang berbeda, tanpa mengambil posisi fanatik dalam mendukung pendapat tertentu, atau secara permanen mengikuti mazhab tertentu. Kita dapat mengambil pendapat Abu Hanifah dalam kasus tertentu, pendapat Malik pada kasus lainnya, dan Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Dawud dalam kasus lainnya, dan seterusnya. Bahkan kita boleh – dalam beberapa hal – merujuk pada mazhab non-Sunni, seperti Zaydi, Ja’fari, atau mazhab Ibadi, jika mereka memberikan solusi yang dibutuhkan. Selain itu, kita boleh mengambil pendekatan mazhab yang sudah usang, seperti Al Awza’i, Ath-Thawri, atau At-Tabari.

Keempat, tidak cukup bagi kita dengan hanya membandingkan mazhab-mazhab dan pendapat-pendapat dalam fiqih Islam serta institusi-institusinya. Sebaliknya, kita juga boleh membandingkan fiqih dari Syariat Islam secara keseluruhan dengan hukum positif Barat. Tujuan dari perbandingan ini adalah untuk mengilustrasikan tingkat keaslian dari Syariat, ketegasan prinsip-prinsipnya, ketidakterikatannya terhadap hukum-hukum lain, dan perpaduan Syariat antara idealisme dan realisme, serta antara hukum Ilahi dan manusia.

Kelima, menghubungkan fiqih kepada realitas kontemporer Ummat dan seluruh dunia. Hal ini karena fiqih dibuat untuk memecahkan berbagai masalah dari individu muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim, negara muslim, dan ummat muslim melalui perundang-undangan yang toleran dari Syariah.

Dengan demikian, fiqih ini mencari penyembuhan-penyembuhan atau pengobatan-pengobatan terhadap berbagai penyakit muslim (dengan menggali sumber) dari dalam – bukan dari luar – khazanah Syariah yang mulia ini. Hal ini juga menjawab setiap pertanyaan yang diangkat oleh individu atau masyarakat tentang agama dan kehidupan. Fiqih juga menuntun perjalanan peradaban Ummat dalam cahaya hukum syariah yang mulia.

Keenam, seperti halnya pada semua buku-buku dan penelitian-penelitian kami, dalam buku ini kami mengambil pendekatan yang Allah SWT hidayahkan kepada kami untuk memilih dan mendahulukan dakwah, tarbiyah, iftaa’, penelitian, reformasi dan renovasi, yaitu pendekatan moderat dan kelembutan.

Di antara aspek-aspek pendekatan fiqih ini, pemahaman dan ijtihad, adalah bahwa kita harus memperbaharui agama dari dalam dan melakukan ijtihad yang cocok dengan kehidupan dan perkembangan zaman kita sebagaimana imam-imam terdahulu kita melakukan ijtihad yang cocok dengan kehidupan dan zamannya. Kita harus menggunakan sumber-sumber pengetahuan dari apa-apa yang mana pandang-pandangan mereka berasal darinya, memahami sebagian teks dalam kerangka tujuan secara keseluruhan, dan merunut masalah-masalah ambigu kembali kepada masalah-masalah yang sudah jelas, serta merunut dari hal yang khusus ke umum.

Selain itu, kita harus ketat ketika hal ini mengarah pada hal-hal mendasar, dan membuat sesuatu lebih mudah ketika hal ini mengarah pada masalah-masalah sekunder, memadukan antara ketetapan Syariat dan variabel-variabel (faktor-faktor) zaman, dan menghubungkan teks asli dengan kenyataan yang masuk akal.

Hal ini juga mengharuskan kita untuk menghindari sikap memihak terhadap sebuah pendapat lama atau meninggi-ninggikan pemikiran baru; untuk mematuhi prinsip bahwa tujuan-tujuan itu tidak berubah, namun metode-metode bisa fleksibel; dan untuk mendapatkan manfaat dari apa saja yang bermanfaat dari pandangan-pandangan lama sebagaimana kita juga menyambut setiap pemikiran baru yang berguna.

Sebagai tambahan, kita harus mencari inspirasi dari masa lalu, hidup pada saat ini, dan melihat ke masa depan, menggali hikmah yang muncul dalam setiap bahtera, dan mengukur berbagai prestasi dari pihak lain terhadap nilai-nilai yang kita miliki, dan dengan demikian, menerima apa-apa yang cocok untuk kita dan mengabaikan yang tidak bermanfaat untuk kita, dan seterusnya.

Kemasyhuran beliau, ulama besar, Syeikh Al-Qardhawi telah membagi buku “Fiqih of Jihad” ke dalam sebuah pendahuluan, sembilan BAB, dan sebuah kesimpulan. Jadi, Insya Allah, kita akan mendapatkan tambahan resensi terhadap masalah-masalah lain yang diangkat oleh Imam dalam setiap bagian pada studinya ini. Kita memohon kepada Allah SWT untuk hidayah dan pertolongan-Nya. (iol/hdn)

Rabu, 19 Agustus 2009

Jenderal ‘Kaji’ itu Seorang Panglima Perang

dakwatuna.com – “Kita sandarkan perjuangan kita sekarang ini atas dasar kesucian, kita yakin, bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak akan melalaikan hamba-Nya yang memperjuangkan sesuatu yang adil berasaskan kesucian bathin. Jangan cemas, jangan putus asa, meski kita sekalian menghadapi macam-macam kesukaran dan menderita segala kekurangan, karena itu kita insya Allah akan menang, jika perjuangan kita sungguh berdasarkan kesucian, membela kebenaran dan keadilan. Ingatlah pada firman Tuhan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 138 yang berbunyi: “Walaa tahinu walaa tahzanuu, Wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, yang artinya “Janganlah kamu merasa rendah, jangan kamu bersusah hati sedang kamu sesungguhnya lebih baik jika kamu mukmin.”

Dengan penuh keyakinan sang Jenderal menyiapkan pasukannya. Kutipan ayat-ayat suci itu bukanlah pemanis bibir untuk mendongkrak popularitas. Kalimat agung itu hanya akan mampu dilahirkan oleh orang yang meyakininya. Pesan Rabbaniyah itu mengiringi seruan mobilisasi dalam menghadapi kekuatan Belanda, pada agresi kedua.

Dua jam sebelum pendaratan (Belanda, red), Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman yang masih berumur 30 tahun, membangunkanku. Setelah menyampaikan informasi yang diterimanya terlebih dahulu, dia mendesak, “Saya minta dengan sangat, agar Bung Karno turut menyingkir. Rencana saya hendak meninggalkan kota dan masuk hutan. Ikutlah Bung Karno dengan saya.”

Sambil mengenakan pakaianku cepat-cepat aku berkata:

“Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengan anak buahmu. Dan tempatmu bukanlah pelarian bagi saya. Saya harus tinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpin rakyat kita semua. Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala Bung Karno. Jika Bung Karno tetap tinggal di sini, Belanda mungkin menembak saya. Dalam kedua hal ini saya menghadapi kematian, tapi jangan kuatir. Saya tidak takut. Anak-anak kita menguburkan tentara Belanda yang mati. Kita perang dengan cara yang beradab, akan tetapi …”

Soedirman mengepalkan tinjunya: “…Kami akan peringatkan kepada Belanda, kalau Belanda menyakiti Sukarno, bagi mereka tak ada ampun lagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”

Soedirman melangkah ke luar dan dengan cemas melihat udara. Ia masih belum melihat tanda-tanda, “Apakah ada instruksi terakhir sebelum saya berangkat?” tanyanya.

“Ya, jangan adakan pertempuran di jalanan dalam kota. Kita tidak mungkin menang. Akan tetapi pindahkanlah tentaramu ke luar kota, Dirman, dan berjuanglah sampai mati. Saya perintahkan kepadamu untuk menyebarkan tentara ke desa-desa. Isilah seluruh lurah dan bukit. Tempatkan anak buahmu di setiap semak belukar. Ini adalah perang gerilya semesta”.

“Sekali pun kita harus kembali pada cara amputasi tanpa obat bius dan mempergunakan daun pisang sebagai perban, namun jangan biarkan dunia berkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas seorang diplomat. Perlihatkan kepada dunia bahwa kita membeli kemerdekaan itu dengan mahal, dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam. Dan jangan ke luar dari lurah dan bukit hingga Presidenmu memerintahkannya. Ingatlah, sekali pun para pemimpin tertangkap, orang yang di bawahnya harus menggantikannya, baik ia militer maupun sipil. Dan Indonesia tidak akan menyerah!”

Itulah dialog yang terekam saat detik-detik agresi militer Belanda tanggal 19 Desember 1948, Sukarno menuturkan kepada Cindy Adams dalam biografinya.

Perlu diketahui bahwa pada saat memimpin perang gerilya paru-paru sang Jenderal hanya berfungsi sebelah atau hanya satu paru-paru yang bisa dijadikan tumpuan dalam setiap tarikan nafas sang Jenderal. Dan sebenarnya Presiden Sukarno pada waktu itu menyarankan agar Jenderal Soedirman menjalani perawatan saja karena penyakit Jenderal Soedirman pada waktu itu tergolong parah.

“Yang sakit itu Soedirman…panglima besar tidak pernah sakit….” Itu jawaban sang Jenderal. Tidak terbayangkan begitu besarnya semangat perjuangan sang Jenderal dalam melawan musuh dan penyakit yang dideritanya.

Dengan berbekal materi seadanya Sang Jenderal memimpin pasukannya berperang melawan tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda. Dengan ditandu Jenderal Soedirman keluar masuk hutan, naik dan turun gunung memimpin pasukan, meracik strategi perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan lamanya dengan rute Yogyakarta sampai Malang. Kisah menarik terjadi pada waktu Jenderal Soedirman memimpin peperangan dan terjadi pengkhianatan dari salah satu anggota pasukannya.

Tentara Belanda menggunakan berbagai cara untuk menjebak dan menangkapnya. Jenderal yang ahli strategi ini adalah target operasi yang paling diburu waktu itu. Setelah Belanda mendapatkan informasi dari salah satu penghianat di internal pasukan Jendral Soedirman. Belanda kemudian mengepung keberadaan Jenderal Soedirman.

Menyadari kondisinya dalam keadaan terjepit, Sang Jenderal tidak kehilangan akal. Seluruh anak buahnya diperintahkan memakai sarung dan peci, lalu dibuatlah scenario seolah-olah dalam ruangan itu tengah mengadakan pengajian. Taktik ini digunakan untuk mengelabui Belanda yang akan menangkap dirinya.

Pada saat salah seorang pimpinan Belanda memasuki ruangan dan bertanya di manakah keberadaan Sang Jendral, maka informan Belanda yang turut hadir dalam ruangan itu –selama ini tidak diketahui keberadaan pengkhianat ini– turut serta pula mengikuti taktik Sang Jenderal, berdiri dan menunjuk ke arah Jenderal Soedirman (Pada waktu itu berpura pura menjadi seorang kyai yang memimpin pengajian). Namun komandan Belanda itu tidak mempercayai kalau yang memimpin pengajian itu adalah Jenderal Soedirman sendiri,. Karena dinilai memberikan informasi palsu, akhirnya si pengkhianat malah ditembak di tempat oleh komandan Belanda tersebut. Kemudian mereka pergi dengan meninggalkan persembunyian Sang Jenderal dan anak buahnya. Maka selamatlah Jenderal Soedirman dan pasukannya.

Sebuah taktik brillian dan pengambilan keputusan yang tepat dari Sang Jenderal. Strategi perang gerilyanya terbukti efektif dalam memimpin pasukan melawan penjajah. Banyak kerugian yang diderita pasukan penjajah dalam taktik gerilya ini. Pertempuran dan perlawanan terjadi di berbagai daerah sehingga memaksa Belanda beserta sekutunya kembali ke meja perundingan.

Jenderal Soedirman diminta pulang kembali ke Yogya. ia dengan tegas menolak perundingan. Beberapa kali utusan Pemerintah dikirim ke Sobo, namun tidak berhasil melunakkan pendiriannya. Akhirnya Pemerintah meminta jasa baik Kolonel Gatot Subroto, Panglima Divisi II. Hubungan pribadi kedua tokoh ini cukup baik. Jenderal Soedirman sangat menghargainya sebagai saudara tua.

Akhirnya tanggal 10 Juli 1949 Panglima Besar dan pasukannya kembali ke Yogya. Di sepanjang jalan, rakyat berjejal-jejal menyambutnya. Mereka ingin melihat wajah Panglima Besarnya yang lebih suka memilih gerilya daripada beristirahat di tempat tidur. Kedatangan Panglima Besar disambut dengan parade militer, di Alun-alun Yogyakarta. Penampilannya yang pertama sesudah bergerilya diliputi suasana haru. Para perwira TNI yang selama bergerilya terkenal gagah berani, tak urung meneteskan air mata setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan fisik Panglima Besarnya yang pucat dan kurus. Rasa haru dan kagum bercampur menjadi satu.

Jenderal Soedirman (photobucket.com)

JenderalSoedirman(photobucket.com)

Selama bergerilya kesehatan Soedirman menurun, beberapa kali ia jatuh pingsan. Setibanya di Yogyakarta, kesehatan Jenderal Soedirman diperiksa kembali, ternyata paru-paru yang tinggal sebelah sudah terserang penyakit. Karena itu Panglima Besar Soedirman harus beristirahat di rumah sakit Panti Rapih. Semua perundingan yang memerlukan kehadiran Soedirman dilakukan di rumah sakit. Rasa tidak senang terhadap diplomasi yang ditempuh Pemerintah dalam menghadapi Belanda, masih membekas di hati Jenderal Soedirman.

Pada tanggal 1 Agustus 1949, ia menulis surat kepada Presiden Soekarno, berisi permohonan untuk meletakkan jabatan sebagai Panglima Besar dan mengundurkan diri dari dinas ketentaraan. Namun surat tersebut tidak jadi disampaikan, karena akan menimbulkan perpecahan. Isi surat tersebut menjadi amat terkenal karena termuat kata-kata: “Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih tetap utuh tidak berubah-rubah adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia).”

Sementara itu kesehatan Panglima Besar semakin memburuk, sehingga ia harus beristirahat di Pesanggrahan Militer, Magelang.

Tanggal 6 Juli 1949, Presiden, Wakil Presiden dan pemimpin Indonesia lainnya kembali dari pengasingannya di Sumatera. Di Ibukota Yogyakarta mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat. Kedatangan para pemimpin RI itu disusul oleh rombongan Pemerintah Darurat RI pimpinan Mr. Syafrudin. Kembali juga dari medan gerilya, Panglima Besar Soedirman beserta rombongan tanggal 10 Juli 1949 yang didampingi oleh Komandan Daerah Militer Yogya, Letnan Kolonel Soeharto.

Saat-saat kembalinya dari medan gerilya. Panglima Besar Jenderal Soedirman ternyata tidak begitu senang dengan rencana kembali ke Ibukota Yogya saat itu, karena di daerah pertempuran di Jawa dan Sumatera masih banyak bertahan pasukan-pasukan gerilya TNI. Dan sementara berunding itu Belanda masih terus menerus mengadakan penyerangan (istilah mereka “pembersihan”). Soedirman sebagai Panglima Besar masih merasa berat hati meninggalkan para prajurit di medan gerilya. Di samping itu kecurigaan terhadap kejujuran lawan mengenai perundingan dan gencatan senjata, sesuai dengan pengalaman Soedirman selama beberapa tahun bertempur berunding dengan Belanda.

Tetapi karena kepatuhannya yang luar biasa kepada Pimpinan Nasional dan adanya surat yang dikirimkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan sahabat karibnya Kolonel Gatot Subroto yang disertai penjelasan Letnan Kolonel Soeharto, maka Soedirman akhirnya mau turun ke kota, dimana ia langsung melapor kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam suasana pertemuan yang sangat mengharukan.

Setelah itu Soedirman menerima parade penghormatan dari prajurit-prajurit TNI pimpinan Letnan Kolonel Soeharto di Alun-alun Lor Yogya. Surat Kolonel Gatot Subroto kepada Pak Dirman sangat sederhana bunyinya namun cukup menggugah perasaan. Pak Gatot yang kenal betul dengan Soedirman beserta semua sifatnya menulis antara lain:

”Tidak asing lagi soya, tentu soya juga mempunyai pendirian begitu. Semua-semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia kita diharuskan ikhtiar. Begitu juga dengan adikku (Soedirman-peny), karena kesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-sungguh jangan menggalih (memikirkan-peny) apa-apa. Coat alles waaien. lni supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan terima kasih kepada yang Maha Kuasa. lni kali soya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati “.

Soedirman adalah sosok pejuang kemerdekaan yang mengobarkan semangat jihad, perlawanan terhadap kezhaliman, membekali dirinya dengan pemahaman dan pengetahuan agama yang dalam, sebelum terjun dalam dunia militer untuk seterusnya aktif dalam aksi-aksi perlawanan dalam mempertahankan kemerdekaan negeri. Mengawali karir militernya sebagai seorang da’i muda yang giat berdakwah di era 1936-1942 di daerah Cilacap dan Banyumas. Hingga pada masa itu Soedirman adalah muballigh masyhur yang dicintai masyarakat.

Tanggal 24 Januari 1916 Soedirman dilahirkan. Ayahnya mandor tebu pada sebuah pabrik gula di Purwokerto, daerah Karesidenan Banyumas. Sejak bayi, Soedirman diangkat anak oleh Camat Rembang, Raden Tjokrosunaryo. Soedirman sejak kecil ia sudah biasa menghadiri berbagai pengajian yang digelar desanya. Ketika masih kanak-kanak, selepas Maghrib, bersama anak-anak lainnya Soedirman dengan membawa obor pergi ke surau untuk mengaji. Ketika bersekolah di sebuah lembaga pendidikan milik Muhammadiyah, Perguruan Wiworo Tomo, Soedirman aktif dalam gerakan kepanduan Hizbul Wathan. Soedirman bersekolah di lembaga pendidikan yang dianggap liar oleh pemerintahan kolonial Belanda sampai dengan tahun 1934.

Di lembaga pendidikan ini, ada tiga orang guru yang sangat mempengaruhi pembentukan karakter seorang Soedirman, yakni Raden Sumoyo; Raden Mohammad Kholil, dan Tirtosupono. Yang pertama memiliki pandangan nasionalis-sekuler. Yang kedua, Raden Moharnad Kholil, memiliki pandangan nasionalis-Islamis. Sedangkan yang ketiga, merupakan lulusan dari Akademi Militer Breda di Belanda. Kendati berbeda-beda persepsi, namun ketiga guru Soedirman tersebut sama-sama mengambil sikap non koperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda. Dari ketiganya, karakter Soedirman terbentuk: Islamisme, Nasionalisme, dan militansi militer. Bahkan dalam soal agama, Soedirman dianggap agak fanatik. Hal ini menyebabkan ia sering dipanggil dengan nama panggilan “Kaji” ( Si Haji) oleh kawan-kawannya.

Soedirman mengawali karir sebagai guru agama. Dia juga sering berkeliling untuk mengisi ceramah dan pengajian di berbagai tempat, dari Cilacap hingga Banyumas. Walau sibuk, namun Soedirman tetap aktif di organisasi Pemuda Muhammadiyah, hingga dipercaya menjabat Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah di Karesidenan Banyumas.

Karir militer diawali saat pemboman Cilacap oleh Jepang pada 4 Maret 1942. Ketika PETA dibentuk, Soedirman bergabung ke dalamnya. Dia menjadi Daidanco di daerah Banyumas yang dikenal berani membela anak buahnya dari kesewenang-wenangan Jepang. Soedirman pun mengumpulkan pasukannya sendiri dan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Jepang tanpa pertumpahan darah. Dari pasukannya, Soedirman membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sebagai cikal bakal TNI sekarang pada 5 Oktober 1945. Soedirman memimpin Resimen I/Divisi I TKR yang meliputi Karesidenan Banyumas. Persenjataan pasukannya sangat lengkap disebabkan ia berhasil merebut gudang senjata Jepang. Oleh Kastaf MBU TKR, Letnan Jenderal Urip Sumoharjo, Soedirman diangkat menjadi Komandan Divisi V Daerah Banyumas.

Tak lama setelah menjabat, Soedirman ditugaskan memukul mundur pasukan pemenang Perang Dunia II, Inggris dan NICA, dari Banyubiru, Ambarawa, dimana terdapat orang Amerika yang ditawan Jepang. Menurut perjanjiannya, Inggris hanya mendaratkan pasukannya di Semarang. Namun Inggris ingkar dan menusuk hingga Ambarawa. Terjadilah pertempuran laskar santri yang dipimpin para kiai dari berbagai pesantren di Jawa Tengah, Soedirman berhasil memukul mundur pasukan Inggris / NICA hingga Semarang. Hal inilah yang kemudian Soedirman diangkat menjadi Panglima TKR.

Sebagai seorang Ustadz yang terpanggil untuk berjuang membebaskan dan mempertahankan kemerdekaan negerinya, jenderal Soedirman meyakini jika perjuangan ini merupakan jihad fi sabilillah, melawan kaum kafir. Sebab itu, dalam situasi yang paling genting sekalipun, Soedirman tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Selain ibadah wajib, seperti sholat lima waktu, Soedirman juga sering menunaikan Qiyamul-lail dan puasa sunnah.
Jenderal Soedirman selalu menjaga ibadah-ibadahnya. Bahkan dalam keadaan yang sangat berbahaya bagi jiwanya. Dalam gerilya di selatan Yogya dalam perang kemerdekaan, Soedirman yang dalam kondisi sakit selalu menjaga sholatnya juga sholat malamnya. Bahkan tak jarang dia juga berpuasa Senin-Kamis. Di setiap kampung yang disinggahinya, dia selalu mendirikan pengajian dan memberikan ceramah keagamaan kepada pasukannya.

Kabar keshalihan Soedirman ini sampai ke seluruh penjuru Nusantara. Sebab itu, para pejuang Aceh yang juga meyakini jika perang kemerdekaan merupakan jihad Fisabilillah, begitu mendengar panglimanya yang shalih ini sakit, mereka segera mengirim bantuan berupa 40 botol obat suntik streptomisin guna mengobati penyakit paru-paru beliau.

Penyakit TBC yang diderita, tidak menyurutkan langkah perjuangannya. Sampai akhir usianya, 38 tahun, Panglima Besar Jenderal Soedirman yang dicintai rakyat menghadap Sang Khalik tanggal 29 Januari 1950, tepat hari Ahad. Bangsa ini mencatat satu lagi pejuang umat, yang lahir dari umat dan selalu berjalan seiring untuk kepentingan umat.

Sebuah perjuangan yang penuh dengan kateladanan, baik untuk menjadi pelajaran dan contoh bagi kita semua, anak bangsa. Perjalanan panjang seorang da’i pejuang yang tidak lagi memikirkan tentang dirinya melainkan berbuat dan berkata hanya untuk rakyat serta bangsa tercinta. Dirgahayu Negeriku! []

Hakikat Kemerdekaan

dakwatuna.com - Bacalah Al Qur’an dari awal sampai akhir, kita akan menemukan betapa manusia adalah mahluk yang sangat mulia. Dalam surah Al Baqarah Allah swt. menerangkan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Bukan hanya itu, Allah swt. memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam as. Ini menunjukkan bahwa kedudukan manusia di sisi Allah swt. sangat tinggi. Dalam ayat lain Allah swt. berkali-kali menegaskan bahwa penciptaan langit dan bumi, adalah untuk manusia “mataa’an lakum wa lian’aamikum”.

Ini menunjukkan bahwa manusia benar-benar diposisikan oleh Allah swt. sebagai pengelola kehidupan di bumi.

Tetapi harus dipahami di sini bahwa manusia dalam mempertahankan hakikat kemuliaan ini akan berhadapan dengan tantangan dalam dirinya. Allah swt. menceritakan dalam surah An Nazi’at tantangan ini berupa: (a) cinta dunia (b) tunduk kepada nafsu. Siapa yang menang atas kedua tantangan ini ia merdeka. Namun siapa yang terbelenggu dalam kedua tantangan tersebut ia tidak merdeka. Merdeka artinya terbebas dari belenggu cinta dunia dan nafsu. Bukan merdeka seseorang yang dipermainkan nafsunya dan begelimang dalam gemerlap dunia. Tetapi sayang, makna ini sekarang terbalik. Di sana-sini terdengar teriak kemerdekaan dengan bersenang-senang dalam nafsu dan dunia. Sungguh ini suatu kenyataan yang sangat menyedihkan,

Tidak akan merdeka penduduk sebuah negeri yang tunduk kepada nafsu dan cinta dunia. Mengapa? (1) Nafsu akan membawa manusia kapada dosa-dosa dan kedzaliman. Bila ke kedzaliman terus berlangsung Allah swt. akan mencabut keberkahan. Bila keberkahan tidak ada, maka penderitaan akan terus menimpa penghuni sebuah negeri. (2) Nafsu akan menyeret manusia kepada kerakusan. Kerakusan melahirkan kekejaman terhadap kemanusiaan. Tidak sedikit pembantaian terhadap kemanusiaan terjadi hanya karena karakusan terhadap harta dan kekuasaan. (3) Nafsu membuat manusia menjadi sekedar binatang. Bila manusia lebih didominasi oleh kebinatanganya ia akan lebih kejam dan lebih parah dari binatang. Allah berfiman: “ulaaika kal an’aam balhum adhal”

Begitu juga cinta dunia, ia termasuk tantangan yang selalu membuat manusia tidak merdeka. Mengapa? (1) Dengan cinta dunia manusia menjadi hambanya. Bila manusia menjadi hambanya maka ia akan sibuk dengannya, siang dan malam melebihi kesukannya kapada Allah swt. (2) Cinta dunia mematikan hati nurani. Seringkali hati menjadi keras karena mengagungkan dunia. Sebab dengan mengagungkan dunia, ia akan lupa kepada akhirat. Karenanya dalam Al Qur’an Allah swt. berfirman: “bal tu’tsiruunal hayaatad dunyaa wal aakhiratu khairuw wa abqaa.”

Jelasnya kemerdekaan bukan hanya sebuah makna keterbebasan dari belenggu penjajahan. Melainkan lebih dari itu keterbebasan dari belenggu nafsu dan cinta dunia. Bila makna ini benar-benar tercermin dalam pribadi sebuah bangsa, maka hakikat kemerdekaan akan benar-benar tercapai. Mengapa? Bisa dipastikan bahwa dengan terbebasnya dari belenggu nafsu dan cinta dunia keadilan akan tegak dengan jujur. Tegaknya keadilan akan melahirkan keamanan. Keamaman akan membuat semua kehidupan menjadi produktif dan sejahtera.

Itulah mengapa Al Qur’an dari awal sampai akhir selalu menekankan pentingnya manusia bersungguh-sungguh mentaati Allah swt. dan melawan nafsu. Sebab hanya dengan mentaati Allah swt. ia akan benar-benar merdeka. Silahkan baca ayat-ayat yang menceritakan ahli neraka, selalu saja sebabnya adalah karena ikut nafsu dan mengutamakan dunia atas akhirat.

Lalu silahkan baca ayat-ayat yang menceritakan ahli surga, pasti selalu sebabnya adalah karena bersungguh-sungguh mentaati Allah swt. dan bersungguh-sungguh mengendalikan nafsu. Kemerdekaan hakiki bukan artinya kebebasan sebebas-bebasnya. Melainkan kejujuran dalam mejalankan hidup bedasarkan fitrah. Dan fitrah adalah iman. Maka dengan ikut fitrah berati kemerdekaan benar-benar terbukti. Tidak akan pernah merdeka penduduk sebuah negeri yang jauh dari fitrahnya. Wallahu a’lam bish shawab.

KLIK IKLAN DI BAYAR ???